Penulis : Farhan Surya Adiputra
Di sebuah desa kecil di Sulawesi, Rani, anak seorang nelayan, berhasil lolos ke universitas negeri ternama di Makassar. Perjuangannya tidak mudah: ia belajar menggunakan cahaya lampu minyak, sekaligus membantu orang tua menjual ikan di pasar setiap pagi. “Saya ingin kuliah agar bisa mengubah hidup keluarga,” katanya.
Fenomena seperti Rani mencerminkan ketimpangan akses pendidikan di Indonesia. Menurut penelitian Ramadhan (2020) dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, anak dari keluarga berpendapatan rendah masih mengalami hambatan besar untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Faktor ekonomi, kurangnya fasilitas sekolah, dan rendahnya dukungan lingkungan menjadi penghalang utama.
Meski begitu, penelitian menunjukkan bahwa dukungan komunitas lokal, beasiswa pemerintah, dan motivasi personal mampu mendorong anak desa bertahan. Program afirmasi pendidikan tinggi (ADik) yang diteliti oleh Rahmawati & Mulyono (2022) bahkan terbukti meningkatkan partisipasi mahasiswa dari daerah tertinggal.
Kisah Rani menjadi bukti nyata bahwa pendidikan adalah jalan menuju mobilitas sosial. Dengan dorongan keluarga, dukungan komunitas, dan program afirmasi, anak-anak desa bisa membuktikan diri di panggung nasional.
Sumber jurnal:
• Ramadhan, A. (2020). Hambatan Mahasiswa dari Keluarga Tidak Mampu dalam Mengenyam Pendidikan Tinggi. Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan.
• Rahmawati, T., & Mulyono, B. (2022). Evaluasi Program Afirmasi Pendidikan Tinggi. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar: