Penulis : Farhan Surya Adiputra
Jakarta, 2025 — Jalanan ibu kota semakin sering dihiasi mobil listrik dengan desain futuristik. Dari sedan hingga SUV, kendaraan berbasis baterai kini tidak lagi asing. Namun, di balik pertumbuhan tersebut, muncul pertanyaan: apakah infrastruktur pengisian sudah memadai?
Studi akademik tahun 2024 menunjukkan bahwa adopsi mobil listrik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh ketersediaan stasiun pengisian daya (SPKLU). Jika jarak antar SPKLU terlalu jauh, konsumen enggan beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil.
Di sisi lain, penelitian mengenai perilaku konsumen otomotif menyebutkan bahwa insentif harga, seperti subsidi pembelian dan bebas pajak, juga mendorong percepatan adopsi. Namun, insentif saja tidak cukup tanpa dukungan ekosistem yang luas.
Kendala lain muncul dari sisi teknis. Studi teknik elektro menyoroti keterbatasan daya listrik di beberapa wilayah. SPKLU berkapasitas besar membutuhkan pasokan yang stabil, yang belum tentu tersedia di seluruh kota.
Meski demikian, para peneliti transportasi menekankan bahwa mobil listrik tetap menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi emisi. Dengan strategi infrastruktur yang tepat, Indonesia bisa mengikuti jejak negara maju dalam elektrifikasi transportasi.
Konsumen kini berada di persimpangan: memilih kenyamanan instan mobil konvensional, atau berinvestasi pada mobil listrik yang menjanjikan efisiensi di masa depan.
Sumber:
• Handayani, M. (2024). Infrastructure Readiness for Electric Vehicle Adoption in Indonesia. Jurnal Energi dan Transportasi.
• Wibowo, A. (2025). Consumer Behavior in Automotive Electrification. Jurnal Manajemen Industri.

Tidak ada komentar: